NELANGSA...

Nelangsa..

Saya biyen pernah bener bener ngambek sama ibuk. 

Gara garanya, setiap saya pulang mondok,ibuk gak pernah masak enak. Padahal saya masih lulus MI, masih di pesantren salaf. Tentu saja pengene nek pulang ya sekaligus melepas keprihatinan selama di pondok. Bayangane ya dimasakke ibuk yang enak enak seperti teman teman nek pas pulang liburan mondok. Saya enggak. Ibuk ya biasa santai. Bellas gak terlihat gupuh. Maem ya kayak biasae. Ga ada masakan istimewa. 


Pas saya protes, jawabe ibuk. 

“Kowe ngko lak ta masakke enak enak, malah males pulang ke pondok. Ibuk gak pengen awakmu krasan di rumah, pengene ibuk awakmu krasan di pondok.”

“Tapi kulo pengen kados rencang rencang kulo buk. Nek wangsul disembelehne pitik. Dimasakke enak enak.”

“Ora usah. Maem sak onone. Karo ndang dipikir kapan mbalike neng pondok.”

Lanjutan kalimat ibuk selalu bisa saya tebak. 

“Awakmu ki mbarep. Adekmu akeh. Kelak semuanya harus mondok. Awakmu iku panutane adek adekmu,” dan seterusnya ... apal. 

Jelas saya nangis kejer. Rasane jan seperti anak yang diguwak ngunu haha. Waktu itu sampai nang ati bertanya tanya. Kog abah ibuk beda banget sama wong tuane arek arek ya. 

Setiap sambang, ibuknya kanca kancaku selalu nangis nangis, seringnya bilang gini, “Mak e wingi entuk berkat, gak kolu mangan kelingan awakmu nang pondok nak.” Gitu ambek nangis. 

Atau gini. “Wingi nang omah gilir ngaji muslimat, bue gae kucur, halah nang pawon nangis tok ileng awakmu nang pondok. Kucur kan senenganmu.”

Atau gini, “iki panen tembakau, enek rombongan wali limo, aku ra melok nduk, wong awakmu nang pondok. Gah aku melok tapi awakmu ora. Lak tangisan aku sak dawane dalan.”

Dan sejenisnya. Itu ucapan ibuke kanca kancaku. Saya krungu dewe soale jaman semunu lek nyambang memang ibuke boleh masuk gotaan alias kamar. 

Lha ibuku? 

Yungalah. Nyambang di pondok ae ya seringe diwakil wakilkan. Kadang dititip titipkan. Alasannya sibuk di kampus. Sibuk muslimatan. Sibuk mulang ngaji. Abah sibuk ngantor. Pokoke adaa aja. Ngunu iku ta tanya, “Buk, pernah gak ibuk gak kerso dahar opo ngunu, mergo kelinga aku di pondok?”

“Heleh. Ora blas. Lapo anake golek ilmu kog digetuni. Aku maem opo ae ya klebu nak. Wong awakmu nang pondok ya maem.”

Datar banget. Gak swit blas. Hiks. 

Anehnya, setiap kali ibuke kanca kancaku girang mergo anake mau liburan, ibuku malah gini, “gak pengen ta nak, sekali kali ngrasakno liburan nang pondok?”

“Haaaa?”

“Jajalen nak. Liburan nang pondok. Gak usah wangsul. Di pondok ae. Ngewangi ndalem. Nderekke Bu Nyai. Penak kui iso cedak sama Bu Nyai. Iso ngaji privat. Jamaah nang mburine pas.”

Behh ibuuk. 

Pendeknya, saya merasa piye ngunu. Ibuk mbela saya ya pisan tok pas mau boyong diweruhi barang alus itu. Itupun ahirnya saya mondok lagi. Selebihnya ibuk  ya sama dengan abah. Datar. Gak swit blas baik saya di pondok ataupun pas pulang liburan. Haha. 

“Buk, bah. Mbok nek kulo wangsul ki dijak marung ngunu lho, jak piknik. Trus kamar kulo itu mbok direnovasi to buk. Biar apik kayak di majalah2.”

“Ojo mikir kui. Mondokko seng tenanan. Abah ki malah wedi lek awakmu krasan nang omah.” jawab abah.

“Ilingo nak, sak suwe suwene awakmu nang pondok, suk bakale tetep luweh suwe awakmu nang omah. Saiki ojo mikir liyane urusan pondok.” Sahut ibuk. 

Behh lha kog podo ae. Huhuhu. 

Pokoke dipikiran saya ki Abah sama ibuk ki wonge tega. Blas gak ada sedih sedihnya jauhan sama anak. 

Sampai suatu sore, pas mau balik ke pondok kerena liburan pondok sudah berahir, saya beranikan matur ibuk, “buk, gak pengen ngantar ke pondok ta?”

Saya nanya gitu soale kanca kancaku diterke kedua orang tuanya. Dilepas di gerbang sambil pelukan nangis nangis. Kadang malah ada yang nganti ditatakan lemarine. Dipasrahke sambil misek misek ke mba mba yang lebih lama disana. 

Ibu saya? Jelas enggak. 

“Diterke abah. Koyo biasae. Ibuk repot. Wes ndang  budal. Ibuk selak solat asar.” jawab ibuk. Tidak ada pelukan. Apalagi tangis. Ya biasa aja. Saya mung salim sungkem. 

“Barokallah. Hassil Maqsud. Wes aku sembahyang disek.” Ibuk masuk rumah. Ya ga nguntapke. Gak nunggu mobil kami berlalu. Pokoke masuk rumah begitu saja. Gak pengen pirso budale anake. 

Saya nangis kejer. Hatinya ibuku ki terbuat dari apa ya? Kog kuat banget. Kog tega banget. Gak ada lambaian tangan. Gak ada pelukan. Apalagi derai air mata. Nelongso rasane. 

Saking nelongsone, saya nganti lali gak kudungan almamater. Sampai tengah jalan baru kelingan. Abah putar balik. Ngebut. Sebab sudah hampir magrib. 

Sampai halaman depan rumah, abah atret mobil, abah minta saya turun sendiri untuk ambil jilbab almamater. Abah nunggu di jalan. Saya berlari masuk rumah lewat pintu samping yang terbuka. 

Ibuk mana? Sepi. Saya cari jilbab Alamater di kamar. Gak nemu. Di atas kursi kursi gak ada. Saya lupa naruhnya dimana. Saya masuk ruang tamu. Barangkali disana. 

Ternyata ibuk disana. Duduk di sebuah sudut. Memegangi alamater saya dan menangis tergugu. Bahunya terguncang hebat. Air matanya berderai derai. Ya Allah ibuk ... 

Hari itu saya tahu. Ibuk bukan tidak sedih kalau saya berangkat mondok. Ibuk bukan tidak kehilangan. Bukan tidak kesepian. Ibuk cuma tidak pengen saya tumbuh menjadi santri yang aleman. 

Ibuk menyembunyikan air matanya dan terkesan tega, karena ibuk pengen saya tegar menuntut ilmu walaupun selalu berjauhan. Ibuk tidak mau saya mondok dan ngaji dibayang bayangi air mata kesedihannya. Ibuk kepengen saya bahagia, krasan di pondok, sregep ngaji dan tidak kepikiran apa apa. 

Ibuk kaget saya datang lalu sambil terbata saya bilang almamater saya ketinggalan. Ibuk membuka tangannya lalu saya menghambur ke pelukan beliau dan kami mengis berdua. 

Ah Ibuk ...

Hari itu, saya tahu, ibuk saya punya ketrampilan lain, yaitu ketrampilan menyembunyikan duka dan air mata demi thalabul ilmi putra putrinya. 

Sekalipun saya tak pernah lihat ibuk menangisi saya yang mondok. 

Setelah di pesantren salaf itu, saya mondok di Assaidiyah Tambakberas. Lalu di Gedung Putih Ali Maksum Krapyak, selama tigabelas tahun saya mondok itulah ketrampilan ibuk terus terasah. 

Ibuk menangis dalam diam. Ibuk memeluk dengan doa doa. Ibuk nggondeli dengan kerelaan dan kepasrahan. 

Hari ini saya bongkar lemari tua. Nemu skripsinya ibuk pas kuliah di IAIN Jogja. Kertasnya sudah lusuh sebab skripsi ini tahun 1988. Ditulis pakai mesin ketik. Saya membuka lembar lembar skripsinya pelan. Sampai ketemu halaman persembahan. 

Untuk yang tercinta .... Ada nama Abah dan nama saya disitu. Ya Allah ibuk ... 😭

Ibuk menyelesaikan kuliahnya sambil nggendong saya yang masih bayi. Saat ibuk Wisuda, saya masih usia dua tahun. Ibuk mencintai saya sejak awal. Saya bersama ibuk di masa ahir kuliahnya. 

Ibuk adalah perempuan yang luar biasa. Sampai sekarang ibuk adalah perempuan yang tegas dan tegar. Ibuk ketua muslimat di kecamatannya. Ibuk juga anggota dewan di daerahnya. Ibuk adalah ibu bagi masyarakatnya. Ibuk adalah kesayangan mahasiwa dan santri santrinya. Ibuk adalah ibuk terhebat untuk kami semua, putra putrinya. 

Sekarang abah sudah meninggalkan kami semua. Saya baru sadar, hal tersulit dalam hidup ini adalah mengembalikan senyum ibuk setelah separuh jiwanya pergi. 

Kami sudah pulang, bu. Sudah mboten mondok lagi. Ibuk di masalalu sudah membekali kami dengan ilmu ilmu kesantrian selama belasan tahun. Kami berhutang doa dan air mata kepada ibuk. 

Sekarang kami sudah pulang. Waktunya ibuk ngunduh setelah sekian lama ibuk menanam. Kami akan terus menjaga ibuk dengan seluruh kekuatan yang kami punya. Kami akan terus menemani ibuk meneruskan perjuangan abah.  Kami tidak akan pergi meninggalkan ibuk sejengkalpun. Apapun akan kami pertaruhkan untuk mengembalikan senyum ibuk. Bagi kami, ibuk adalah ibu juara satu di seluruh dunia. 

Maturnuwun sanget, Ibu ...

Penulis: Khilma Anis Wahidah


✅✅✅✅✅✅✅✅✅✅✅✅✅✅✅✅✅✅



-------------------------------------------------
PENDAFTARAN SANTRI BARU
PONDOK PESANTREN AL-IKHLAS 
PATI KOTA
-------------------------------------------------
KLIK 👇 DI SINI
*Alasan Nyantri - Prosedur - Administrasi
--------------------------------------------


Pondok Pesantren Al-Ikhlas Pati Kota
juga memiliki lembaga pendidikan formal (sekolah) yang bernaung di bawah yayasan yang sama :

✅ MA ASSALAMAH PATI ✅
👉 (Program Unggulan: Tahfidzul Quran)
▶️ Selengkapnya...👇 klik 👇


✅ SMK ASSALAMAH PATI ✅
👉 (Program Keahlian: Otomotif & Tata Busana)
▶️ Selengkapnya...👇 klik 👇



----------------------------------------------------------

Baca juga....

Profil Singkat Pesantren 
klik sini

Pendaftaran Santri Baru
 klik sini

Kegiatan Harian Santri

----------------------------------------------------------
NELANGSA... NELANGSA... Reviewed by MASFADH on 13.27 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.